Bus yang Satria dan Tiara tumpangi bergerak lambat di tengah udara yang dingin. Suasana di dalam bus tidak begitu ramai, hanya ada beberapa penumpang yang menaikinya. Kendaraan berbentuk persegi panjang ini akan membawa Satria dan Tiara menuju pemberhentian terakhir, sebuah pantai yang sering mereka kunjungi. Ini adalah perjalanan yang tidak direncanakan.
Tiga jam yang lalu, mereka berdua baru saja menyelesaikan kegiatan kerja kelompok. Udara semakin hari semakin dingin, tak jarang juga hujan turun membasahi kota. Setelah semuanya selesai, Satria dan Tiara sedikit menunggu hujan reda untuk pulang. Namun, dipertengahan jalan, Satria terpikir akan satu hal.
“Ti, pantai yuk!” Suaranya sengaja ia tinggikan karena agar terdengar oleh Tiara.
“Hah? Gue gak dengar tapi gue mau, deh.” Ternyata yang dibonceng tetap tidak mendengar suara dari sang pengemudi. Satria tidak menjawab lagi, ia hanya menganggukkan kepalanya.
Sesampainya di rumah, Satria segara memasukkan motornya ke dalam garasi dan mengunci kembali pintu garasi yang ia buka tadi. Tiara yang masih penasaran sama apa yang diucapkan oleh Satria saat di atas motor tadi, “Ih, tadi lu ngomong apa, sih? Gue gak dengar, anjir.”
“Mau ajak lu main ke pantai.”
“Tapi kok malah pulang?”
Satria sedikit berdecak lalu segera mencabut kunci garasinya, “Mau ajak lu naik bus aja. Kalau naik motor nanti malah basah. Mobil gue lagi gak ada soalnya.” Jawab Satria sambil menggantung kunci garasi di tempat yang sudah ada.
“Ngomong, makanya. Dari tadi diem mulu.” Tiara mendorong kecil bahu milik Satria. Sang empunya malah memanyunkan bibirnya, “Suka-suka gue dong.” Balas Satria.
Dan di sini lah mereka berakhir. Di dalam sebuah bis yang melaju menuju ke pinggiran kota. Jaraknya terbilang cukup jauh, hanya saja tidak terasa karena selama diperjalanan disuguhkan dengan pemandangan kota yang indah dan jalanan yang basah akibat hujan. Butiran-butiran air masih jatuh membasahi, tapi tidak begitu deras. Satria dan Tiara memilih untuk duduk di bangku paling belakang, katanya itu adalah spot yang paling enak ketika naik bis.
Tak lama kemudian, bus yang mereka tumpangi pun berhenti dan berarti mereka telah sampai di tempat tujuan. Secara bergantian turun dari bus, Satria berjalan lebih dahulu diikuti Tiara di belakangnya. Merasa sedikit aneh, Si lelaki Juli itu menarik tangan Tiara agar berjalan di sampingnya bersamanya.
“Jangan di belakang sendirian gitu, dong. Nanti hilang,” kata Satria.
Tiara hanya memutar bola matanya ketika mendengar perkataan lelaki disampingnya itu, “Bukan anak kecil lagi. Jadi gak bakalan hilang, kok.” Jawabnya tidak mau kalah.
Satria hanya tersenyum tatkala mendengar jawaban dari gadis yang memiliki senyum bak cahaya rembulan. Tidak ada lagi yang berjalan di belakang. Akhirnya, mereka berjalan bersama, menelusuri jalan setapak yang akan menuntun mereka menuju surga pasir dan ombak.
Untuk sampai ke sana, mereka harus menuruni tangga yang tidak cukup ekstrim. Namun, kali ini mereka harus berhati-hati, anak tangga yang dianggap sederhana itu saat ini menjadi tantangan esktra karena licin akibat hujan yang turun. Satria dengan cermat memegang tangan Tiara, menciptakan sebuah genggaman manusia yang stabil agar gadis itu tidak terpeleset.
“Hati-hati. Ini tangganya licin.” Perkataan Satria dibalas anggukan oleh Tiara. Gadis itu segera menerima tangan Satria untuk berjaga-jaga agar tidak terpeleset.
Candaan dan tawa memecah keheningan sepanjang perjalanan menuruni tangga. Tetapi, tidak hanya sampai disitu saja, mereka harus melewati jalan setapak yang licin. Satria dan Tiara melangkah dengan hati-hati, berpegangan tangan untuk menjaga keseimbangan.
Setelahnya, Tiara tidak sadar dan tidak sengaja melingkarkan tangannya di pinggang Satria. Yang dirasakan oleh lelaki cancer itu adalah canggung dan sedikit gugup, entahlah dia sendiri tidak tahu mengapa dia merasa seperti itu. Berbeda dengan Tiara, gadis itu masih melingkarkan tangannya, sepertinya dia tidak merasakan hal seperti yang dirasakan oleh Satria.
“Emang boleh ya peluk-peluk kayak begini?” Ucap Satria sambil tersenyum kecil. Tiara yang menyadari hal itu segera menjauhkan tangannya dari pinggang Satria. “Eh, maaf, tadi gak sadar, beneran.” Jawab Tiara cepat.
Satria dan Tiara tertawa bersama. Rasa canggung yang Satria rasakan sudah hilang, namun dia masih merasakan bagaimana Tiara yang memeluknya dengan cukup erat. “Jangan baper sama gue, Ti.”
Tiara membelalakkan matanya, “kagak ada yang baper sama lu, Satria.”
Mereka berhasil menaklukkan rintangan tangga dan jalan licin, akhirnya mereka tiba di tujuan, pantai yang indah. Tanpa ragu, mereka segera melepas alas kaki dan meletakkan barang bawaan mereka agak jauh dari bibir pantai guna menghindari air. Matahari telah bersinar cerah kembali di langit, memberikan kilauan khusus di atas pasir putih yang lembut.
Teriakan keceriaan dan tawa menjadi harmoni yang memenuhi pantai saat mereka saling melempar air. Tiara mempunyai pikiran untuk mengisengi Satria. Lalu, ia dengan sengaja melemparkan air laut ke arah Satria, menyebabkan pakaian milik Satria sedikit basah. Yang diisengin tidak tinggal diam, ia membalas Tiara dengan candaan yang sama, dan akhirnya, keduanya terendam oleh kegembiraan yang berlimpah.
Selanjutnya adalah mereka berdua yang saling kejar sambil melemparkan air. Seiring berjalannya waktu, pakaian keduanya telah sama-sama basah dan energi mereka juga sudah terkuras. Mereka memilih untuk duduk di pasir sambil menikmati keheningan. Tanpa kata, mereka meresapi momen bersama, membiarkan suara ombak menjadi satu-satunya melodi.
Tiba-tiba, dalam keheningan itu, Tiara memutuskan untuk berbicara. “Sebenarnya, ada sesuatu yang pengen gue kasih tau ke lu, Tria. dari tadi gue mikir, mungkin sekarang aja kali, ya?”
Satria yang sedari tadi sibuk bermain pasir pun menoleh ke asal suara yang keluar dari bibir tipis miliki gadis di sebelahnya, “Kalau gue dengar dari kata-kata lu, gue bisa simpulkan kalau itu rahasia, kan? Soalnya biasanya lu kalau mau ngomong ya tinggal ngomong aja.”
Tiara mengangguk, “iya.” Jawabnya singkat. “Gue sebenarnya naksir Acel. Mungkin udah hampir setahun, ya. Rasanya susah banget buat jujur, apalagi kita berdua tuh sahabatan. Sama lu juga. Sejujurnya, gue malu ngomong ini ke lu tapi gue beraniin aja sih. Gue gamau aja ada rahasia di antara kita. Eh, tapi gue rahasiain perasaan gue ke Acel, ya. Ah, kecuali sama Acel. Hehehe.”
Rasanya terkejut mendengar perkataan Tiara. Namun, Satria berhasil menyembunyikan wajah terkejutnya dan digantikan dengan senyuman. Dalam hati, ia ingin sekali memegang tangan gadis disebelahnya dan berkata, “Gue juga suka sama lu, Ti.” tapi Satria tetaplah Satria, ia hanya bisa membayangkan dan tidak berani untuk melakukannya.
Satria mengelus bahu milik Tiara, “Gue tau gimana rasanya suka sama sahabat sendiri. Pasti bagi lu beratkan? Ada sisi dimana lu gamau ngerusak persahabatan kalian, kan? Kalau menurut gue, gak ada salahnya buat lu untuk ungkapin perasaan lu ke Acel. Perasaan orang gak ada yang tau, Ti.” Ia menarik nafasnya sedikit, kemudia tersenyum. “Gue yakin kok pasti semesta berpihak kepada kalian berdua.”
Tiara mendengarkan perkataan lelaki disampingnya, ia juga menatap mata lelaki itu saat berbicara. “Semoga aja, ya. Gue juga berharap kayak gitu, sebenarnya. Makasih banyak, Tria. Saran lu pasti membantu banget buat gue. Lu emang sahabat terbaik gue dah.”
Lelaki itu hanya tersenyum dan membawa Tiara ke dalam pelukannya. Satria kembali menatap deburan ombak yang berkali-kali menghantam bibir pantai, sebenarnya yang ia lakukan ini untuk mengubur jauh-jauh rasa sedihnya. Sedih ketika mendengar orang yang ia sukai ternyata sudah menaruh hati kepada orang lain. Namun, ia teringat bahwasanya tidak ada yang tahu perasaan orang lain. Sama seperti ia yang tidak mengetahui perasaan Tiara yang sebenarnya.
Deburan ombak yang indah akan membawa perasaan Satria dan membaur di dalamnya. Kebahagiaan Tiara adalah Kebahagiaan Satria juga. Bagaimanapun akhirnya, Satria berharap dalam diam agar Tiara selalu bahagia walaupun tidak berakhir bersama dengan dia. Laut yang luas dan ombak yang indah di pantai ini menjadi saksi perasaan Satria terhadap Tiara, membiarkan ombak-ombak indah ini dapat menyampaikan perasaannya yang tak tersampaikan kepada gadis yang ada dalam rengkuhannya sekarang.